Jumat, 09 Maret 2012

SIAPAKAH SAYA ????

SIAPAKAH SAYA ????
Terbenak pertanyaan itulah yang ada dalam benak saya.. Terdengar mudah,,namun sulit untuk bisa menjawabnya..

Siapa saya???Sempat mengingatkanku pada sebuah film berjudul “Who am I” yang pernah dibintangi oleh aktor Jackie Chan. Film yang menceritakan seorang pemuda yang menjadi agen CIA yang mengalami kecelakaan dan akhirnya menderita amnesia. Akibatnya pemuda tersebut harus berupaya keras untuk bisa mengetahui kembali identitas dirinya yang sebenarnya. Film yang terkesan lucu namun memiliki makna tersendiri..

Begitu juga saat saya mendengar kalimat “Siapakah Saya” ??? Jelas membuat saya termenung sejenak… Dan inilah identitas diri saya. Nama lengkap saya Matilda Khaterine Elishabeth Haumahu. Saya biasanya dipanggil dengan sebutan ey atau elish. Saya merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Hobi saya yaitu menyanyi dan membaca komik. Saya anak yang pendiam, pemalu, bertanggung jawab, humoris namun mudah untuk putus asa. Saya lahir di Ternate, Maluku Utara tepatnya pada tanggal 18 Mei 1991. Walaupun lahir di Ternate, namun saya dibesarkan oleh orang tua saya di Ambon, Maluku. Saya memulai pendidikan saya pada saat berumur 4 tahun saya masuk Taman Kanak - Kanak di Ambon. Namun tidak sepenuhnya saya menjalani pendidikan di Ambon. Saya sempat berpindah – pindah sekolah karena ayah saya ditugaskan dari satu kota ke kota lain.
Pada saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kelas 2, saya harus pindah ke Ternate. Di Ternate, saya menjalani pendidikan sampai Sekolah Dasar kelas 4 caturwulan 2. Setelah itu, saya harus pindah dan kembali melanjutkan Sekolah Dasar saya di Saumlaki, Maluku Tenggara Barat sampai kelas 4 caturwulan 3. Akhirnya saya kembali lagi ke Ambon dan melanjutkan Sekolah Dasar sampai ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Di Ambon inilah saya terbiasa tinggal dengan banyak orang dalam satu keluarga. Dulu yang tinggal bersama dengan saya dan keluarga bisa mencapai 13 orang. Karena sudah terbiasa tinggal dengan banyak orang, membuat saya tidak bisa hidup mandiri. Segala sesuatunya, tidak bisa saya kerjakan sendiri. Bahkan hampir semua pekerjaan dilakukan oleh pembantu saya maupun saudara – saudara ayah yang tinggal bersama dengan keluarga kami. Orang tua saya pun tidak pernah memaksa untuk harus melakukan segala sesuatunya sendiri. Mereka selalu mengatakan tugas saya hanyalah belajar dengan giat agar mencapai kesusksesan. Hal inilah yang membuat saya harus bergantung pada orang lain dalam melakukan pekerjaan – pekerjaan tertentu.

Dari dulu, ayah saya yang paling intensif dalam hal pendidikan. Ayah adalah sosok yang paling bijaksana dan sabar dalam menghadapi sesuatu. Ayah selalu mengatakan kepada saya “Ayah tidak pernah meminta uang dari kamu namun yang ayah minta hanyalah bukti nyata kesuksesan yang kamu raih dari pendidikan kamu”. Kata – kata ini yang selalu terngiang dalam benak saya dan membuat saya berusaha untuk mendapatkannya. Dari SD, saya selalu meraih peringkat 1 di kelas. Bahkan saya pernah dipilih untuk mengikuti lomba olimpiade Matematika. Mulai dari tingkat Gugus (SD - SD yang terletak satu komplek dengan sekolah saya), saya meraih juara 1, pada tingkat Kecamatan saya meraih juara 1, tingkat Kotamadya saya pun meraih juara 1. Namun pada tingkat Kabupaten, saya meraih juara 2. Ayah saya pun sangat bangga dengan prestasi yang saya raih. Bahkan pada saat SMP, saya juga mengikuti lomba – lomba yang diselenggarakan oleh sekolah saya. Lomba Cerdas Cermat, Spelling bahkan lomba Menari. Ketiga lomba tersebut diadakan secara berkelompok. Hasilnya lomba Cerdas Cermat dan Spelling kami meraih juara 1. Sedangkan lomba menari, kami meraih juara 2. Begitu juga pada saat lulus SMP, hasil UN saya juga sangat membanggakan dan sangat memuaskan. Dari prestasi yang saya raih, ayah kemudian meminta saya untuk melanjutkan pendidikan SMA saya di Jakarta, lebih tepatnya di Depok. Ayah ingin saya mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan agar saya pun bisa bersaing dengan anak – anak disana. Menurut ayah, pendidikan di Ambon belum bisa maksimal karena masih kurangnya fasilitas. Hal ini, pertama kali saya tolak karena saya tidak ingin jauh dari orang tua. Saya merasa bahwa saya belum bisa hidup mandiri. Namun, setelah ayah menjelaskan dengan baik saya pun menyetujui hal tersebut.
Setelah selesai mendengarkan hasil UN saya, pada keesokan harinya saya bersama kakak dan ibu saya berangkat ke Depok. Ibu mengambil cuti untuk menemani saya dan kakak selama 1 bulan di Depok dan juga untuk mengurus pendaftaran sekolah saya dan kuliah kakak saya. Sebulan pun berakhir dan ibu saya harus kembali ke Ambon untuk melanjutkan tugasnya sebagai seorang guru. Di Depok, saya tinggal bersama adik kandung ayah yaitu Om saya juga bersama keluarga kecilnya. Disinilah saya dan kakak saya mulai belajar hidup mandiri. Semua pekerjaan rumah, saya dan kakak yang mengerjakannya sendiri. Belajar bangun pagi dan menyiapkan sarapan sendiri. Benar – benar hidup mandiri tanpa orang tua, adik – adik dan juga saudara – saudara. Awalnya kami jalani semuanya dengan baik – baik saja. Namun beberapa bulan kemudian, saya dan kakak saya sudah mulai merasa ketidaknyamanan di dalam rumah. Kami merasa bahwa sifat dan kepribadian dari tante (istri Om saya) sangatlah berbeda dengan sebelumnya. Sewaktu ibu saya datang bersama kami pertama kali, tante adalah sosok yang baik hati. Bahkan saya belum pernah bertemu tante, sebaik tante saya. Namun semuanya jadi berubah saat saya dan kakak saya pulang sekolah. Tante saya menyuruh kami makan mie juga nasi yang ada dalam panci. Ternyata pada saat kami makan nasinya sudah basi. Dari situlah, kakak saya memberitahukan hal ini kepada ayah saya. Namun ayah saya tidak percaya. Ayah pun menanyakannya kepada saya dan ayah baru percaya pada saat saya menceritakan semuanya. Akhirnya ayah pun mengambil tindakan agar saya dan kakak saya keluar dari rumah Om dan kos. Hal ini membuat Om saya sempat kecewa dengan tindakan ayah saya. Om pun merasa bahwa kamilah yang tidak ingin tinggal bersamanya. Ayah sengaja menyuruh kami untuk tidak memberitahukan hal yang sebenarnya kepada Om. Karena ayah takut akan merusak hubungan keluarga Om. Kami pun mulai menjalani kehidupan kami sebagai anak kos.

Tinggal hanya berdua dengan kakak saya. Suka dan duka sudah kami jalani setiap harinya. Dari berpindah – pindah dari kos yang satu ke kos yang lain. Dari sinilah, saya berusaha untuk bisa menunjukan prestasi yang saya dapat pada saat SMA. Saya pernah mendapat peringkat 2 di kelas dan mendapatkan beasiswa. Hal ini yang membuat ayah bangga dan terus menaruh harapan besar pada saya. Akhirnya tahun 2008, saya lulus SMA. Saya ingin sekali kuliah kedokteran di UI. Karena sewaktu kecil, saya bercita – cita ingin menjadi seorang dokter. Setelah lulus SMA, ada sebuah lembaga yang menawarkan pendidikan ke luar negeri dengan biaya gratis. Saya pun sempat mengikuti program tersebut setelah mendapat lampu hijau dari ayah saya. Beberapa bulan, saya sempat mengikuti kursus yang diadakan oleh lembaga tersebut. Namun, saya merasakan sesuatu yang ganjal karena setiap bulan selalu ada tagihan biaya yang harus dibayar. Akhirnya saya secara diam – diam memutuskan untuk keluar dan tidak mengikuti program tersebut. Orang tua saya tidak mengetahui hal tersebut. Mereka baru mengetahui kabar bahwa saya hampir 1 bulan tidak mengikuti kursus karena diberitahukan oleh orang – orang dari lembaga tersebut via telepon. Orang tua saya sangat kecewa dan marah pada saya. Apalagi ayah saya, karena ia sudah mengeluarkan uang hampir puluhan juta agar saya bisa mengikuti program tersebut dan bisa studi ke luar. Saya sempat merasa bersalah karena sudah mengambil tindakan yang tanpa berkompromi dengan orang tua saya. Akhirnya saya bingung ingin kuliah dimana. Saya ingin kuliah kedokeran, tapi karena biayanya yang terlalu mahal membuat saya berpikir dua kali untuk mengikutinya. Saya tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Akhirnya saya pun memutuskan untuk menganggur selama setahun.

Selama menganggur, saya mendapat tawaran dari tetangga saya untuk mengajarkan anak – anaknya les Matematika dan juga Bahasa Inggris. Awalnya, saya sempat menolak karena saya merasa belum pernah mengajar les sehingga tidak punya pengalaman dalam mengajar orang. Mereka tetap memaksa saya dan mengatakan bahwa saya pasti bisa. Akhirnya saya mencobanya. Hari berganti hari, saya mulai terbiasa dengan hal tersebut. Akhirnya pada saat ujian tiba, anak – anak les saya bisa mendapatkan hasil yang terbaik. Dari situlah saya semakin mendapat kepercayaan dari orang tua mereka. Hanya dari mulut ke mulut, saya akhirnya ditawarkan untuk mengajar les teman – teman dari anak les yang saya ajarkan sebelumnya. Saya merasa puas dan senang bisa mengisi waktu kosong saya dengan hal yang bermanfaat. Bahkan saya akhirnya bisa menghasilkan uang dengan kerja keras sendiri.

Setahun pun berjalan, akhirnya adik – adik saya pun juga datang kesini untuk melanjutkan sekolahnya dan mendapatkan pendidikan terbaik juga. Saya pun diberi kepercayaan sepenuhnya oleh ayah untuk menjaga adik – adik saya. Sayalah yang mengatur semuanya. Bisa dikatakan saya sebagai ibu buat adik – adik saya. Saya pun semakin mandiri untuk bisa melakukan pekerjaan – pekerjaan rumah dan hal – hal yang lain.

Setahun saya lalui dengan banyak hal – hal yang baru. Kemudian saya memutuskan untuk mengikuti tes di Universitas Gunadarma. Saya pun lulus tes dengan grade 1. Saya mengambil jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer. Disini, saya benar – benar merasa berbeda jalur dengan jurusan yang saya inginkan. Namun, saya tetap menjalaninya. Dan akhirnya saya bisa mendapat IPK terbaik juga sempat mendapatkan besiswa. Dan saya masuk ke kelas yang bisa dikategorikan “kelasnya anak – anak pintar”.

Pada saat masuk kelas ini, saya sempat merasa kurang percaya diri. Karena saya merasa tidak punya kemampuan apa – apa. Bahkan saya tidak pantas untuk masuk kelas ini. Namun, saya tetap menjalaninya dengan baik. Saya senang walaupun sudah berkuliah, saya masih dipercayakan untuk tetap mengajar les. Tapi ternyata tidaklah mudah berkuliah sambil mengajar les. Saya harus membagi waktu dengan baik sehingga keduanya tetap berjalan lancar. Bahkan saya akhirnya harus mengajar sampai malam karena banyaknya orang yang les. Mulai dari SD sampai SMA. Namun, saya sangat bangga saya bisa mendapatkan uang dengan kerja keras saya sendiri. Padahal dulu sewaktu kecil, saya sering meminta ini dan itu dari orang tua tanpa memikirkan betapa sulitnya mencari uang. Sekarang saya pun sadar ternyata tidak mudah untuk mendapatkan uang. Saya tetap menjalani keduanya sampai sekarang bahkan dari penghasilan saya tersebut, saya bisa membayar uang kuliah saya sendiri secara cicil, saya bisa menghidupi kebutuhan sehari – hari saya dan adik – adik saya yang juga bersekolah disini. Bahkan dengan penghasilan tersebut, saya juga bisa membayar uang sekolah adik saya dan juga membayar uang rumah yang kami kontrak. Saya tau bahwa inilah waktunya saya untuk bisa membalas semua jerih payah orang tua saya untuk bisa membuat kami mendapatkan pendidikan terbaik.

Puji TUHAN, saya juga bekerja di Kampus Gunadarma sebagai Petugas Monitoring Mahasiswa. Begitu juga sekarang adik pertama saya sudah bekerja di sebuah perusahaan yang pernah memberikan dia beasiswa untuk kuliah selama 1 tahun secara gratis di Perguruan Tinggi Negeri Jakarta (PNJ), UI. Sedangkan kakak saya sudah bekerja di Ambon. Adik saya yang paling bungsu sekarang kelas 3 SMA. Dia juga mndapat part time mengajar modern dance di Sekolah Dasar dekat rumah saya. Saya senang walaupun sekarang ayah dan ibu saya sudah pensiun, namun kami berempat sudah bisa melakukan segala sesuatu dengan mandiri. Kami sudah tidak pernah meminta uang dari orang tua lagi, karena inilah saatnya kami untuk bisa membanggakan kedua orang tua kami walaupun apa yang kami lakukan tidak sebesar perjuangan yang diberikan oleh orang tua.

Saya semakin kuat dalam menjalani kehidupan ini, manis dan pahitnya sudah saya rasakan semuanya. Bahkan saat berada di atas maupun di bawah kondisi keluarga, sudah saya rasakan semuanya. Yang saya tau kesuksesan seorang anak itu, karena ada doa yang selalu diberikan oleh orang tua dan usaha dari anak tersebut. Saat kita diberikan kesempatan oleh TUHAN untuk mengalami putaran roda yang lagi berada di atas (manisnya kehidupan), jalanilah dengan baik dan tetap rendah hati. Namun, jika kita diizinkan TUHAN untuk mengalami putaran roda di bawah (pahitnya kehidupan), tetaplah mengucap syukur dan gunakanlah kesempatan itu untuk bangkit dan membanggakan serta membahagiakan kedua orang tua juga orang – orang sekitar kita.

0 komentar: