Banyak orang berkata, Indonesia merupakan salah satu negara penjiplak hasil karya dari negara lain. Hal ini bisa dilihat dalam bidang teknologi sampai dalam bidang pertelevisian (seperti film, sinetron, lagu), yang kebanyakan merupakan hasil jiplakan dari negara lain. Sampai – sampai, Indonesia di judge sebagai negara yang tidak kreatif.
Tapi siapa yang menyangka bahwa dibalik semuanya itu, ternyata negara kita melahirkan orang - orang berprestasi yang tidak kalah jeniusnya dengan negara lainnya. Mereka adalah orang – orang yang sesungguhnya bisa mengharumkan nama bangsa ini. Kegigihan dan semangat mereka untuk terus berusaha, membuat mereka menjadi orang – orang yang dikenal dan dipercayai oleh negara lain. Mereka adalah Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, Prof. Dr. Khoirul Anwar, Tony Gunawan, Anggun Cipta Sasmi.
• Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie
Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan, pada tanggal 25 Juni 1936. Beliau merupakan anak jenius yang mencoba menawarkan solusi untuk menghindari resiko pesawat jatuh dan menemukan bagaimana rambatan titik krack itu bekerja pada sebuah pesawat terbang. Perhitungannya sungguh rinci, sampai pada hitungan atomnya. Oleh dunia penerbangan, teori Habibie ini lantas dinamakan krack progression. Dari sinilah Habibie mendapat julukan sebagai Mr. krack. Tentunya teori ini membuat pesawat lebih aman. Tidak saja bisa menghindari risiko pesawat jatuh, tetapi juga membuat pemeliharaannya lebih mudah dan murah.
Sebelum titik krack bisa dideteksi secara dini, para insinyur mengantispasi kemungkinan muncul keretakan konstruksi dengan cara meninggikan faktor keselamatannya (SF). Caranya, meningkatkan kekuatan bahan konstruksi jauh di atas angka kebutuhan teoritisnya. Akibatnya, material yang diperlukan lebih berat. Untuk pesawat terbang, material aluminium dikombinasikan dengan baja. Namun setelah titik krack bisa dihitung maka derajat SF bisa diturunkan. Misalnya dengan memilih campuran material sayap dan badan pesawat yang lebih ringan. Porsi baja dikurangi, aluminium makin dominan dalam bodi pesawat terbang. Dalam dunia penerbangan, terobosan ini tersohor dengan sebutan Faktor Habibie.
Faktor Habibie bisa meringankan operating empty weight (bobot pesawat tanpa berat penumpang dan bahan bakar) hingga 10% dari bobot sebelumnya. Bahkan angka penurunan ini bisa mencapai 25% setelah Habibie menyusupkan material komposit ke dalam tubuh pesawat. Namun pengurangan berat ini tak membuat maksimum take off weight-nya (total bobot pesawat ditambah penumpang dan bahan bakar) ikut merosot. Dengan begitu, secara umum daya angkut pesawat meningkat dan daya jelajahnya makin jauh. Sehingga secara ekonomi, kinerja pesawat bisa ditingkatkan.
Faktor Habibie ternyata juga berperan dalam pengembangan teknologi penggabungan bagian per bagian kerangka pesawat. Sehingga sambungan badan pesawat yang silinder dengan sisi sayap yang oval mampu menahan tekanan udara saat tubuh pesawat lepas landas. Begitu juga pada sambungan badan pesawat dengan landing gear jauh lebih kokoh, sehingga mampu menahan beban saat pesawat mendarat. Faktor mesin jet yang menjadi penambah potensi fatique menjadi turun.
Riwayat keilmuan Habibie dimulai ketika ia mendapat beasiswa dari pemerintah untuk belajar di Technische Hochschule Die Facultaet Fue Maschinenwesen, Aachen, Jerman, pada 1956. Selama setahun sebelumnya, Habibie tercatat sebagai mahasiswa ITB. Setelah mengantongi gelar diploma ingenieur jurusan konstruksi pesawat terbang, tahun 1960, sambil melanjutkan kuliahnya, ia menjadi asisten Riset Ilmu Pengetahuan Institut Konstruksi Ringan di kampusnya.
Otak Habibie makin kelihatan encer kala gelar doctor ingenieur-nya disabet dengan predikat suma cum laude pada 1965. Rata-rata nilai mata kuliahnya 10. Presatsi ini membuatnya dipercaya jadi Kepala Departemen Riset dan Pengembangan Analisis Struktur di Hamburger Flugzeugbau (HFB). Tugas utamanya adalah memecahkan persoalan kestabilan konstruksi bagian belakang pesawat Fokker 28. Luar biasa, hanya dalam kurun waktu enam bulan, masalah itu terpecahkan oleh Habibie.
Beliau meraih kepercayaan lebih bergengsi, yakni mendesain utuh sebuah pesawat baru. Satu diantara buah karyanya adalah prototipe DO-31, pesawat baling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal, yang dikembangkan HFB bersama industri Donier. Rancangan ini lalu dibeli oleh Badan Penerbangan dan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA).
Habibie hanya sampai tahun 1969 saja di HFB, karena dilirik oleh Messerschmitt Boelkow Blohm Gmbh (MBB), industri pesawat terbesar yang bermarkas di Hamburg. Di tempat yang baru ini, karier Habibie meroket. Jabatan Vice President/Direktur Teknologi MBB disabetnya tahun 1974. Hanya Habibie-lah, orang diluar kebangsaan Jerman yang mampu menduduki posisi kedua tertinggi itu.
Di tempat ini pula Habibie menyusun rumusan asli di bidang termodinamika, konstruksi ringan, aerodinamika dan krack progression. Dalam literatur ilmu penerbangan, temuan-temuan Habibie ini lantas dikenal dengan nama Teori Habibie, Faktor Habibie dan Metode Habibie. Paten dari semua temuan itu telah diakui dan dipakai oleh dunia penerbangan internasional.
Pesawat Airbus A-300 yang diproduksi konsorsium Eropa (European Aeronautic Defence and Space) tak lepas dari sentuhan Habibie. Maklumlah dalam konsorsium ini tergabung Daimler, produsen Mercedes-Benz yang mengakuisisi MBB. Sehingga Habibie berhak atas royalti dari teknologi yang dipakai dalam kendaraan udara berbadan lebar itu. Selain dari Airbus, Habibie juga mendapat royalti dari produsen-produsen roket di banyak negara, yang banyak menggunakan teknologi konstruksi ringannya.
Tahun 1978, Habibie dipanggil pulang ke Tanah Air oleh Presiden Soeharto dan sejak itu kemudian berkiprah dalam upaya pengembangan teknologi kedirgantaraan di Indonesia, Hasilnya antara lain pesawat terbang pertama buatan Indonesia CN-235 dan N-250.
Prestasi keilmuan Habibie mendapat pengakuan di dunia internasional. Ia menjadi anggota kehormatan berbagai lembaga di bidang dirgantara. Antara lain di Gesselschaft fuer Luft und Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London (Inggris), The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l'Air et de l'Espace (Prancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat). Sedangkan dalam bentuk penghargaan, Habibie menerima Award von Karman (1992) yang di bidang kedirgantaraan boleh dibilang gengsinya hampir setara dengan Hadiah Nobel. Dan dua tahun kemudian menerima penghargaan yang tak kalah bergengsi, yakni Edward Warner Award. Namun sekarang karena kecerdasannya juga, beliau sudah dipercaya oleh pemerintah Jerman untuk terus berkarya dan menetap disana.
• Prof. Dr. Khoirul Anwar
Siapa pernah mengira bahwa bangkai burung, balsam gosok, dan kisah mumi Firaun itu ada gunanya. Tapi hal itulah yang “menghidupkan” pria kampung seperti Khoirul Anwar menjadi ilmuwan top di Jepang. Wong ndeso asal Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, Jawa Timur itu memegang dua paten penting di bidang telekomunikasi. Dunia mengaguminya. Para ilmuwan dunia berkhidmat ketika pada paten pertama Khoirul, bersama koleganya, merombak pakem soal efisiensi alat komunikasi seperti telepon seluler.
Khoirul adalah lulusan dari Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung dengan cum laude di tahun 2000. Meraih gelar master dan doktor dari Nara Institute of Science and Technology (NAIST) pada tahun 2005 dan 2008. Ia menerima IEEE Best Student Paper award of IEEE Radio and Wireless Symposium (RWS) 2006, California, USA.
Prof. Dr. Khoirul Anwar adalah pemilik paten sistem telekomunikasi 4G berbasis OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) adalah seorang Warga Negara Indonesia yang kini bekerja di Nara Institute of Science and Technology, Jepang.
Dia mengurangi daya transmisi pada orthogonal frequency division multiplexing. Hasilnya, kecepatan data yang dikirim bukan menurun seperti lazimnya, melainkan malah meningkat. “Kami mampu menurunkan power sampai 5dB=100 ribu kali lebih kecil dari yang diperlukan sebelumnya,” kata dia. Dunia memujinya. Khoirul juga mendapat penghargaan bidang Kontribusi Keilmuan Luar Negeri oleh Konsulat Jenderal RI Osaka pada 2007.
Pada paten kedua, lagi-lagi Khoirul menawarkan sesuatu yang tak lazim. Untuk mencapai kecepatan yang lebih tinggi, dia menghilangkan sama sekali guard interval (GI). “Itu mustahil dilakukan,” begitu kata teman-teman penelitinya. Tanpa interval atau jarak, frekuensi akan bertabrakan tak keruan. Persis seperti di kelas saat semua orang bicara kencang secara bersamaan.
Istilah ilmiahnya, terjadi interferensi yang luar biasa. Namun, dengan algoritma yang dikembangkan di laboratorium, Khoirul mampu menghilangkan interferensi tersebut dan mencapai performa (unjuk kerja) yang sama. “Bahkan lebih baik daripada sistem biasa dengan GI,” kata pria ini.
Dua penelitian istimewa itu mungkin tak lahir bila dulu Khoirul kecil tak terobsesi pada bangkai burung, balsam yang menusuk hidung, serta mumi Firaun. Bocah kecil itu begitu terinspirasi oleh kisah Firaun, yang badannya tetap utuh sampai sekarang. Dia pun ingin meniru melakukan teknologi “balsam” terhadap seekor burung kesayangannya yang telah mati. “Saya menggunakan balsam gosok yang ada di rumah,” kata anak kedua dari pasangan Sudjianto (almarhum) dengan Siti Patmi itu.
Khoirul berharap, dengan percobaannya itu, badan burung tersebut bisa awet dan mengeras. Dengan semangat, ia pun melumuri seluruh tubuh burung tersebut dengan balsam gosok. Sayangnya, hari demi hari berjalan, kata anak petani ini, “Teknologi balsam itu tidak pernah berhasil.” Penelitian yang gagal total itu rupanya meletikkan gairah meneliti yang luar biasa pada Khoirul.
Itulah yang mengantarkan alumnus ITB tersebut kini menjadi asisten profesor di JAIST, Jepang. Dia mengajar mata kuliah dasar engineering, melakukan penelitian, dan membimbing mahasiswa. Saat ini Khoirul sedang menekuni dua topik penelitian yang dilakukan sendiri dan enam topik penelitian yang digarap bersama enam mahasiswanya.
Selama tinggal di Jepang, pria kelahiran Kediri, 22 Agustus 1978 ini menyatu dengan atmosfer penelitian. “Di Jepang, saya benar-benar merasakan level kita sama dengan ilmuwan Amerika Serikat dan Eropa,” kata ayah tiga anak ini. “Perasaan percaya diri seperti ini muncul mungkin karena fasilitas penelitian semuanya lengkap, bahkan mungkin lebih baik.”
Meski berprestasi di Jepang, Khoirul tak ingin selamanya tinggal di sana. Suatu saat ia dan keluarganya akan boyongan ke Indonesia. “Saya bermimpi pulang setelah menjadi orang penting di bidang (telekomunikasi),” kata dia, “Ketika di Jepang, saya merasakan akselerasi ke sana begitu besar, dan setelah punya nama, nanti baru berencana pulang ke Indonesia.” Kapan? Itu yang Khoirul juga tak bisa memprediksinya.
Kini, sembari menunggu harapannya itu terwujud, Khoirul akan terus membenamkan diri di laboratorium. Di luar itu, tentu ia tak akan melupakan keluarganya. Kini, bersama istri tercinta, Sri Yayu Indriyani, dan tiga buah hatinya, Khoirul tinggal di Daigaku Shukusha B-31, Asahidai 1-50, Nomi, Ishikawa, Jepang.
• Tony Gunawan
Tony Gunawan (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 9 April 1975) adalah seorang pemain bulutangkis terkenal Indonesia, peraih medali emas Olimpiade 2000. Ia adalah salah seorang pemain ganda putra terbaik yang pernah dimiliki oleh Indonesia. Tony berhasil merebut berbagai gelar juara dengan banyak pasangan. Pemain-pemain yang pernah berpasangan dengannya adalah Victo Wibowo, Candra Wijaya, Halim Haryanto, Bob Malaythong, dan Howard Bach. Pasangan Tony Gunawan/Candra Wijaya banyak menjuarai kejuaraan dan berhasil menduduki peringkat satu dunia. Pasangan ini berhasil meraih medali emas Olimpiade 2000 di Sydney, Australia. Demikian juga saat berpasangan dengan Halim Haryanto, pasangan ini juga berhasil menjuarai berbagai kejuaraan dan menduduki peringkat satu dunia.
Namun saat melanjutkan pendidikan di Amerika Serikat, suami dari Eti Tantra ini menjadi pelatih sekaligus pemain di Orange County Badminton Club, California. Ia mewakili negara tersebut dan berhasil menjuarai beberapa kejuaraan saat berpasangan dengan Howard Bach dan Bob Malaythong.
• Anggun Cipta Sasmi
Anggun Cipta Sasmi (lahir di Jakarta, 29 April 1974) adalah penyanyi asal Indonesia yang saat ini telah memiliki kewarganegaraan Perancis. Ia merupakan putri dari Darto Singo, seorang seniman Indonesia dan Dien Herdina, seorang perempuan yang masih kerabat Keraton Yogyakarta. Mengawali kariernya dengan tampil di panggung Ancol di usia 7 tahun, Anggun kemudian merekam album anak-anak 2 tahun kemudian.
Di bawah bimbingan Ian Antono, Anggun memulai debutnya di Indonesia di tahun 1986 melalui album Dunia Aku Punya. Pada usianya yang masih sangat muda Anggun telah berhasil menggapai puncak popularitasnya sebagai penyanyi rock di Indonesia dengan diraihnya penghargaan "Artis Indonesia Terpopuler 1990-1991".
Pada tahun 1994, Anggun memutuskan untuk meninggalkan Indonesia dan mewujudkan impiannya menjadi artis bertaraf internasional. Dengan bantuan Erick Benzi, seorang komposer besar Perancis, pada tahun 1997, Anggun berhasil merilis album internasional pertamanya, Snow on the Sahara, di lebih dari 33 negara di seluruh dunia.
Saat ini Anggun bermukim di Perancis dan Kanada untuk melanjutkan karier internasionalnya. Sejak tahun 1997, album-album Anggun direkam dalam dua bahasa, Inggris dan Perancis. Dengan 4 album internasionalnya, Anggun tercatat sebagai penyanyi Asia paling sukses di luar Asia.
Dari keempat artikel di atas, ini hanya merupakan sebagian kecil orang – orang berprestasi yang berkarya di negeri orang. Sebenarnya masih banyak lagi anak – anak negeri ini, yang justru diakui dan dipercaya oleh negara lain untuk terus berkarya. Karena kurangnya perhatian yang khusus dari pemerintah negeri ini, sehingga orang –orang seperti mereka harus berkarya untuk negara lain. Seharusnya pemerintah mewadahi mereka agar bisa berkarya untuk negeri tercinta ini. Sayangnya, pemerintah menyia-nyiakan kesempatan emas yang ada. Padahal, justru orang – orang seperti mereka yang bisa mengharumkan nama Indonesia ke kancah Internasional.